Minggu, 13 Januari 2008

TAGANA KOTA MATARAM BELUM BENTUK FORUM


Tagana Kota Mataram NTB. dengan lebih dari 100 anggota belum juga membentuk forum kota. Padahal beberapa personilnya sudah sangat antusias untuk membentuk forum. Salah seorang anggotanya dari Bertais Opik bersama Ridwan dari Dasan Sari bahkan pernah menginisiasi agar forum terbentuk waktu itu menjelang Ramadhan. Namun pertemuan itu justru menghasilkan adanya sebuah program yaitu pengamanan Kegiatan Budaya Lebaran Topat tahun 2007 lalu. Meski itu kurang mendapat respon dari Dinas Sosial propinsi, namun kegiatan tetap dilakukan. Beberapa bulan yang lalu Tagana Kota Mataram telah merekrut kembali anggota baru. Semoga dalam tahun ini Tagana Kota Mataram bisa lebih banyak berkiprah, terutama mengantipasi adanya bencana khusunya di kota Mataram
Karang Bata 2008

PREMANISME DI KOTA MATARAM

Sewaktu kecil, saya pernah dimarahi preman pasar Cakrangara. Pasalnya, saya berteriak sambil menunjuk kearah penjual “ jadi-jadian “ yang saya tahu tengah menipu pembeli. Mereka melakukan transaksi jual beli dengan cara berbeda dari penjual lain. Di depan pembeli seolah ada tumpukan baju, arloji, serta pernak-pernik lain yang kalo di hitung harga penawarannya sangat murah dan tidak masuk akal. Saya penasaran dan sengaja berdiri di belakang penjual tersebut. Ternyata setelah tansaksi penawaran “ jadi “ , barang – barang tersebut langsung berkurang ketika tangan penjual mengambil tas. Tinggallah apa yang terlihat di luar. Saya melihat kejadian itu dan berteriak, “ pak jangan di beli “ !. Tiba-tiba seluruh mata memandangi . Saya baru sadar kalo sebagian besar dari orang yang berkerumun tersebut adalah kawanan mereka. Biasanya untuk memancing kerumunan orang mereka berkumpul, diantaranya ada juga yang membayar tanda “ jadi “ pada penjual yang ternyata kawan mereka juga. Salah seorang preman menarik tangan saya menuju pojok pasar Cakranegara. Menggertak .Saya pun berlalu dengan ketakutan.
Itu dulu di tahun 80-an. Sekarang para preman memiliki cara yang lebih canggih dan modern sesuai zaman. Terakhir saya sering bertemu dengan mereka yang sengaja minta pertolongan kepada korban yang sudah diperkirakan memiliki banyak uang. Biasa nya mereka berdiri didepan Toko-toko di pasar Mandalika. Salah seorang dari mereka akan mendekati korban sambil minta tolong. Dengan mengaku berasal dari wilayah Bayan atau Sekotong yang kecopetan, korban akan merasa kasihan. Apalagi ditambah “ aksesoris “ bekas luka karena di keroyok kawanan copet. Jika korban sudah terlihat kasihan maka sang preman akan mengeluarkan semacam barang berharga untuk ditawarkan. Barang berharga itu berupa jam tangan berwarna emas yang katanya di beli di Mekkah atau barang lain. Kesempatan itu di manfatkan oleh kawanan preman untuk tampak turut kasihan dan banyak bertanya pada nya . Pada saat yang sama kawanan tersebut akan menganjurkan untuk memantu dan membayar barang yang katanya tinggal satu-satunya. Jika begitu korban akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.Korban bertamabah.
Memasuki wilayah Mataram, anda yang bukan berasal dari Mataram memang harus hati-hati dan waspada. Premanisme menunggu dan mengancam mulai saat anda turun di Terminal Mandalika. Saat turun anda akan diburu berpuluh orang yang berebut membantu barang bawaan. Mereka akan menawarkan ojek atau antar kemana saja anda mau. Kesempatan ini biasanya barang bawaan anda akan di rebut dan di bawa ke mobil-mobil disekitar terminal. Kalau kurang cermat barang bawaan anda bisa raib. Karena banyaknya orang yang mengerubuti anda, akan sulit untuk membedakan mana yang betul membantu atau yang tangannya gerayangan mencari dompet para penumpang yang lengah atau tak paham kondisi terminal. Sudah banyak cerita tentang kemalangan para korban di terminal mandalika. Teman saya pernah cerita tentang seorang pelancong yang begitu lama mengumpulkan uang untuk bisa datang ke Lombok. Pelancong ini tertarik karena Lombok yang terkenal dengan pulau “ Seribu Masjid “. Sialnya , ketika pertama kali menginjakkan kaki di Terminal Mandalika, dompetnya raib. Kesannya langsung berubah. Ternyata Lombok adalah pulau seribu ……
Keganasan para preman ini memang sudah bukan rahasia lagi. Korban paling menggiurkan bagi mereka adalah para TKI yang pulang dari luar negeri. Para TKI yang pulang lewat pasar Terminal Mandalika akan diantar langsung ke rumanya. Mereka memiliki tarif yang tinggi. Saat mengantar mangsa, diatas mobil para preman akan minta macam-macam. Ada yang minta barang berharga, minta oleh-oleh atau menaikkan tarif. Tentunya dengan agak memaksa. Para preman ini biasanya bergabung dengan para sopir “kalong”. Mereka beraksi di malam hari. Diantara para premanpun terjadi rebutan penumpang. Antara sopir, kernet dan para preman TKI ini biasanya sudah ada kesepakatan untuk menjerat mangsa. Salah seorang kernet dari sopir “ kalong “ yang berasal dari kampong sebelah (Karang Parwa), ditemukan tewas di sekitar Pajang Mataram. Karena korban tewas adalah kernet “ kalong “ maka orang memprediksi kematiannya sebagai korban rebutan mangsa antar sesama preman.
Dalam sebuah perjalanan ke Bogor, menemui kawan asal Lombok yang bekerja di sana , saya rada khawatir dengan keberadaan preman di terminal yang saya lalui. Dari Pondok Indah saya naik metro ke terminal Lebal Bulus. Karena khawatir di serbu preman, saat turun mobil saya diam sejenak sambil mengamati lingkungan. Ternyata tak seorang pun yang menanyai kemana tujuan saya atau menari-narik bawaan saya. Justru saya sendiri yang bertanya , dimana bis tujuan Bogor. Dengan sangat santunnya orang itu mengantar da menunjukkan mobil yang saya maksud. Tentunya saya sangat lega. Bagi sebagian orang yang pertama kali melakukan perjalanan perdana ke suatu tempat seperti saya, mungkin akan berfkir bahwa di Surabaya atau Jakarta pasti lebih ganas dan buruk. Awalnya saya berfikir begitu. Namun rasa khawatir itu sirna ketika saya sampai di kota Bogor yang sejuk . Preman terminal seperti di Mandalika ternyata tidak ada.
Di Cakranegara, para preman yang melakukan penipuan justru berada tidak jauh dari pos Polisi. Dengan modus seperti orang tersesat, mereka menjerat mangsa dari orang asing yang jarang ke kota. Seperti preman lainnya di kota Mataram, biasanya kawanan ini tidak beroprasi sendiri. Salah seorang akan mendatangi mangsa sambil bertanya , dimana toko emas Tian Thai. Jika mangsa respon, penipu ini akan mengeluarkan emas palsu yang akan di jual di toko emas tersebut. Sambil berkeluh kesah kehabisan uang untuk pulang ke Bayan atau Selong Belanak, sang penipu akan minta di antar atau menawarkan emas palsunya unuk di bayar oleh korban. Pada saat yang sama gerombolan penipu itu akan ikut seolah membantu dan bertanya macam macam guna memancing rasa kasihan korban. Salah seorang akan membujuk agar korban membantu. Korban yang tidak sadar sedang di tipu past akan membayar emas palsu tersebut.
Saya merasa heran dengan keberadaan mereka para penipu dan preman, yang nyata-nyata mengganggu ketertiban umum ini. Mereka sangat leluasa melakukan penipuan dengan modus macam-macam. Sepertinya di Mataram ini tidak ada satu lembaga keamananpun yang bisa bertindak tegas. Ya Polisi, Ya Pol PP, ya Pam Swakarsa, semuanya mandul. Para preman seperti berada di daerah yang tidak terjamah hukum. Mereka menipu orang - orang lugu dari keluarga Sasak. Kalo anda berasal dari luar Mataram saya sarankan untuk waspada dan hati-hati untuk di terutama di pusat Kota. Jangan memancing preman dengan memakai perhiasan yang berlebih. Sarankan kepada keluarga yang pulang kampung dari bekerja di luar negeri untuk tidak membawa uang tunai dalam jumlah besar . Para TKI yang pulang kampung biasanya sangat norak. Di Bandara Cengkareng saya pernah bertemu dan pulang satu pesawat dengan para TKI dari Malaysia. Dengan tampang “ Amy Search “ yang gagah percek mereka kelihatan sok aksi. Kaca mata hitam, jaket Levis, sepatu baru yang tinggi, wokmen di telinga, serta sikap yang atraktif sesungguhnya sangat memalukan. Mereka tidak peduli kalo orang disamping kiri-kanannya bisik-bisik. Sikap seperti ini bisa di bilang memancing preman. Dengan logat Melayu yang kental, para TKI akan semakin cepat di kenali preman. Ini sikap yang tidak menguntungkan bagi TKI sendiri. Kasihan. Sudah capek-capek bekerja jauh di negeri orang. Uang yang mereka dapat harus lenyap di tipu, atau di rampas preman Mataram.
Dalam tahun kunjungan Indonesia 2008. keberadaan para preman Mataram khusunya dan NTB pada umumnya, harus menjadi perhatian pemerintah. Di Mataram, Polisi pasti tahu kalo jaringan para penipu itu berasal dari satu kampung di wilayah Kota Mataram. Peta kekuasaannya berkisar di wilayah Pasar Sweta, Pasar Mandalika, dan sekitar pasar Cakranegara. Secara umum di NTB, kasus kriminal yang melibatkan para preman ini telah merusak citra pariwisata NTB. Dunia yang tanpa batas saat ini, membuat kita melihat sisi lain belahan bumi hanya dengan duduk di depan PC atau televisi. Hari ini kejadian perampokan wisatawan di hutan Rinjani, dalam waktu tiga , empat atau bahkan dalam waktu yang sama sudah bisa di lihat di CNN, Internet atau layanan mobile. Citra buruk wisata Lombok harus di bersihkan dengan melibatkan semua pihak. Pemerintah dengan Polisinya. Masyarakatpun bisa berpartisipasi melalui kebijakan adat.
` Karang Bata Mataram Januari 2008

Jumat, 11 Januari 2008

selamat tahun baru

Tahun baru Tahun Dua Ribu Delapan Sudah datang. Tahun Baru Hijriah Juga telah menjemput. Semoga tahun ini menjadi awal yang baik untuk menjejaki kemenagan di segala sisi. Semoga bangsa Indonesia terbebas dari hutang yang mencekik. pergi jauh semua bencana. Terketuk jiwa para pemimpin bangsa melihat betapa kemiskinan telah menghancur lantakan tulang belulang harapan anak negeri akan kemajuan. Merdekalah Indonesiaku. Merdekalah rakyat kecil dari mahalnya pendidikan. karena hanya dengan pendidikan murah bangsa ini bisa mengubah dirinnya ke arah yang lebih maju dan bermartabat. Allahuakbar.

Kamis, 10 Januari 2008

Sekilas tentang lombok

dari situs http://wisata-lombok.com/masyarakat.php
.

Pulau Lombok memiliki lokasi geografis di Asia Tenggara Koordinat 8.565° S 116.351° E Gugusan Pulau-pulau Kepulauan Kecil Sunda. Luas pulau 4,725 km². Tempat tertinggi adalah Rinjani (3,726 m). Pulau Lombok menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ibu kota provinsi, Mataram ada dipulau ini.

Secara demografis populasi penduduk berkisar 2,536,000 jiwa (data thn 2004) dengan kepadatan penduduk 537 jiwa/km². Penduduk pribumi bersuku Sasak. Tetapi di pulau Lombok terdapat beberapa suku pendatang dari berbagai daerah seperti suku Bali, Jawa, dan lainnya. Suku Sasak adalah penduduk asli yang menduduki pulau Lombok berjumlah sebanyak 2.6 juta orang (85% total penduduk Lombok). Mereka mempunyai hubungan dengan orang Bali dari segi budaya dan bahasa.

Sejarah
Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua yang pernah tumbuh dan berkembang di pulau Lombok, bahkan disebut-sebut sebagai embrio yang kemudian melahirkan raja-raja Lombok. Posisi ini selanjutnya menempatkan Kerajaan Seiaparang sebagai ikon penting kesejarahan pulau ini. Terbukti penamaan pulau ini juga sering disebut sebagai bumi Selaparang atau dalam istilah lokalnya sebagai Gumi Selaparang.

Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui exspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343, sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.

Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok, dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka, setelah kerajaan Majapahit runtuh.

Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, gersik, dan Sulawesi.

Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.

Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirakan, hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali beberapa tempat yang masih mempertahankan adat istiadat lama.

Geografis Lombok
Secara geografis, Pulau Lombok dan Pulau Bali memang terpisah. Batasnya jelas. Selat Lombok, yang membentang di sepanjang pesisir barat Pulau Lombok atau di pesisir timur Pulau Bali, menghubungkan kedua pulau kecil di wilayah Nusa Tenggara ini. Tetapi, dari sisi sejarah dan budaya, keduanya memiliki kedekatan khusus yang menjadikan Lombok dan Bali seperti dua saudara sekandung. Bahkan, sampai muncul istilah, di Lombok kita bisa menemukan Bali.

Kedekatan budaya Bali dan Lombok memang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kedua pulau bertetangga ini. Diawali dengan masuknya pengaruh paham Siwa-Buddha dari Pulau Jawa yang dibawa para migran dari kerajaan-kerajaan Jawa sekitar abad ke-5 dan ke-6 Masehi, sampai infiltrasi Kerajaan Hindu Majapahit yang mengenalkan ajaran Hindu-Buddha ke penjuru timur wilayah Nusantara pada abad ke-7 M.

Sejumlah penanda masih terlihat jelas hingga saat ini. Di sejumlah tempat di Pulau Lombok dan Bali terdapat nama-nama desa yang mengadopsi nama tempat di Jawa. Sebut saja, Kediri, Pajang, ataupun Mataram, yang kini menjadi nama ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pendatang asal Bali yang bermigrasi ke Lombok pada zaman kerajaan itu memanggil penduduk Sasak dengan sebutan semeton, yang berarti saudara. Sebaliknya, terhadap warga Bali dan etnis non-Sasak lainnya, masyarakat Sasak memberikan panggilan hormat, batur, yang berarti sahabat. Batur Bali berarti sahabat dari Bali, Batur Jawa bermakna sahabat dari Jawa.

Bahasa Bali-Lombok
Salah satu kedekatan budaya antara Lombok dan Bali lainnya adalah bahasa. Sebelum ramai didatangi beragam etnis, Pulau Lombok sudah dihuni masyarakat Sasak yang disebut sebagai penduduk asli. Ragam bahasa antara Lombok dan Bali hampir serupa, sama-sama bersumber dari bahasa Kawi dengan aksara Jawa Kuno.

Huruf aksara Sasak dan Bali 100 persen sama, hanacaraka-nya berjumlah 18. Ini berbeda dengan aksara di Jawa yang lebih banyak dua aksara. Bedanya, penulisan aksara Sasak lebih tegas dibanding aksara Bali.
Begitu juga dalam teknik pencatatan. Tradisi menulis di daun lontar dilakukan pujangga dan sastrawan di Bali dan Lombok. Teknik ini dilanjutkan dengan tradisi membaca naskah sastra, pepawosan dalam budaya Sasak dan mabebawos dalam budaya Bali.

Dalam ritual upacara masyarakat Hindu di Lombok dikenal tradisi melantunkan tembang Turun Taun saat berlangsungnya upacara sakral memohon turunnya hujan. Upacara ini digelar di pura setempat menjelang datangnya musim tanam.

Meskipun dilantunkan masyarakat Hindu, ragam bahasa dan lagunya jelas menunjukkan pengaruh Sasak, ditambah beberapa sisipan kata-kata bernuansa Islam. Sebait lagu ini, misalnya,
Turun Taun Leq Gedong Sari
Mumbul Katon Suarge Mulie
Langan Dee Sida Allah Nurunang Sari
Sarin Merta Sarin Sedana
yang intinya kira-kira bermakna "semoga Tuhan segera menurunkan hujan sebagai inti kebahagiaan".

Kata sangkaq dan kembeq (kenapa), lasingan, timaq (walau), aro (ah), kelaq moto (sayur bening), dalam bahasa Sasak, kata Mandia, antara lain juga diadopsi sebagai percakapan sehari-hari masyarakat Bali di Lombok.

Akulturasi kearifan
Akulturasi budaya antara penduduk lokal dan Bali serta Jawa juga terlihat dalam busana dan tradisi masyarakat. Misalnya, ikat kepala, yang dalam tata busana adat Sasak disebut sapuk (dipakai pria), mirip dengan destar dalam busana Bali.

Kebiasaan nebon, suami yang membiarkan rambutnya gondrong selama sang istri hamil, dikenal dalam tradisi Sasak dan Lombok. Rambut sang suami baru dipotong setelah istrinya melahirkan. Selama nebon, kegiatan rumah tangga ditangani suami. Kebiasaan ini dipertahankan dengan tujuan demi melahirkan generasi yang bibit, bebet, dan bobotnya berkualitas, juga kesehatan jasmani dan rohaninya lebih baik.

Dulu, kalau mau berkunjung ke rumah seorang gadis, meskipun keduanya sama-sama keluarga Bali, sang pemuda harus bisa membacakan isi lontar Pesasakan, yang bahasa pantunnya murni menggunakan bahasa Sasak.

Akulturasi budaya juga terlihat dalam agama wetu telu. Kelompok penganut agama sinkretisme islam, hindu dan animisme. Penganut Wetu Telu mayoritas berdiam di Kampung Bayan, tempat di mana agama itu dilahirkan. Golongan besar Wetu Telu juga boleh didapati di Mataram, Pujung, Sengkol, Rambitan, Sade, Tetebatu, Bumbung, Sembalun, Senaru, Loyok dan Pasugulan.

YAYASAN RINJANI SAKTI TERIMA BANTUAN DARI PEMDA NTB

Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Pengurus Yayasan Rinjani Sakti menerima bantuan dari pemerintah Propinsi NTB sebesar Rp. 2.000.000.- ( dua juta rupiah ) dana tersebut telah di terima melalui Nengah Jiwe salah seorang team survey Pemerintah derah NTB. Pengurus Yayasan Rinjani NTB Fitriah menegaskan bahwa bantuan tersebut akan dipergunakan sesuai proposal yang telah disodorkan kepada pemerintah daerah NTB. Dana Tersebut akan di manfaatkan untuk mengatasi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat saat sekarang. " Uang Sebesar dua Juta akan dipergunakan untuk pelatihan Sablon " katanya. Pengurus yayasan mengaharapkan dalam tahun - tahun kedepan pemerintah Propinsi bisa membantu Yayasan Rinjani Sakti untuk merealisasikan program kerjanya.
Yayasan Rinjani Sakti di dirikan oleh Muktamirin Nur S.Ag dari Sakra Lotim Mujahidin Salim Pancor Lotim dan M. Sapwan Karang Bata Mataram .

GMSP NTB RESTRUKTUR PENGURUS

GMSP ( GERAKAN MASYARAKAT SADAR PENDIDIKAN ) merupakan LSM yang konsen dibidang pendidikan. 9 januari ini lembaga tersebut merestruktur angota pengurusnya. Ahmad JD sebagai ketua selama ini di gantikan Mamik Ato sedangkan Sekretaris ada Fathul dan M. Sapwan. Lembaga ini juga merevitalisasi dan membina banjar sasak di Lombok. Isu yang tengah di garap saat ini adalah bagaimana menggerakkan pendidikan berbasis pada tiga pilar yaitu Sekolah, Keluarga dan Masyarakat . GMSP mengistilahkan tiga pilar tersebut dengan Trilogi Pendidikan.

BURUH MIGRAN DAN KTK KARANG BATA BERBAGI DENGAN PARA YATIM

Puluhan Yati Piatu mengadakan Acara Yasinan di kantor Yayasan Rinjani Sakti NTB tepatnya di Karang Bata Kota Mataram. Acara tersebut di Fasilatasi oleh mereka para Buruh Migran dan PSM Abiantubuh Baru. Yasinan ini di laksanakan dalam rangka menyambut tahun baru Islam serta Tahun baru Masehi 2008. Para Buruh Migran ini memfasiliasi kegiatan Yasinan sebagai bentuk rasa syukur karena baru saja mereka menerima bantuan dari Dinas Sosial Propinsi NTB. Seringkali kita memang terlupa untuk bersyukur. Padahal hanya rasasyukurlah yang bisa membuat Allah menambahkan nikmatnya pada manusia.

BURUH MIGRAN DAN KORBAN TINDAK KEKERASAN DAPAT BANTUAN

Sebanyak Lima orang Buruh Migran dan 4 orang Korban Tindak Kekerasan asal Karang Bata mencairkan bantuan dari Dinas Sosial dan PP NTB. Penyerahan bantuan di lakukan secara simbolis bersama semua penerima bantuan di kantor Sosial Kota Mataram. Tampak wajah ceria dan berbinar dari para penerima bantuan. Ibu Ida Aziz dari Dinas Sosial Propinsi NTB menyarankan agar bantuan tidak digunakan untuk kebutuhan sesaat saja tapi harus dikembangkan secara produktif. Masing masing Buruh Migran menerima bantuan melalui rekening sejumlah Rp 2.000.000._ ( dua juta Rupiah ). Sedangkan para korban Tindak Kekerasan menerima Rp. 1.500.000.- ( satu Juta Lima ratus ). Di Karang Bata sebagai gudang buruh migran ke Saudi dan Malaysia korban yang bisa di bantu hanya 5 orang yaitu Aspari , sabarudin, Taswir, Zul Ihsan, dan Ahmad Juaini. Sedangkan KTK adalah Rahmawati, Maemunah, Rabitah dan sahnim. semoga para penerima Bantuan bisa memanfaatkan bantuan dari pemerintah dan selanjutnya bisa bergulir kepada korban lainnya. Mataram 1 Januari 2008

Pelatihan Sabon Untuk Banjar di Lombok

sebagai wujud kepedulian terhadap pemanasan Global dan perusakan hutan di Lombok. Tanggal 9 januari aku jadi tutor pada pelatihan sablon kepada anggota Banjar di lombok utamanya banjar yang berada di pinggir hutan . Bersama Yayasan Rinjani Sakti dan GMSP pelatihan tersebut aku laksanakan di kantor GMSP di jalan Pejanggik Mataram. Tadinya aku berharap semua perserta yang di undang bisa hadir. Namun karena kendala hujan terpaksa hanya beberapa yang bisa hadir. dari Yayasan Rinjani Sakti NTB hadir Fitriah Ali Akbar, Habib Asruddin, dari GMSP Usup Mahri, dari LHS Yuli Komala Sari serta dari Banjar Temolan , Nurul Iman, Petemon, dan Batu jai. meminjam istilah diskusi di GMSP, " Alih keterampilan memang sanat diperlukan " mengingat kondisi lahan dan hutan di NTB terutama Lombok sudah sangat memprihatinkan. dari perjalanan menyusuri pinggiran Rinjani, seperti Bebidas, Batu Pandang Jorong Koak serta Kayu Putek, hutan di Lombok memang sudah habis. Salah seorang anggota banjar di Sekotong menceritakan bahwa kerusakan hutan dimulai sejak masuknya mesin mesin gergaji ke wilayah itu. Cerita yang paling ironi dari mereka adalah perusak hutan sesungguhnya adalah para mandor atau penjaga hutan. beberpa proyek reboisasi terhalangi oleh budaya para perempuan yang mencabut anak-anak pohon yang baru tumbuh untuk kebutuhan kayu bakar mereka. salah seorang anggota Banjar Sabak memprediksikan bahwa dalam Dua tahun kedepan sudah tidak ada hutan lagi di wilayah Sekotong. Kearifan masa lalu yang sangat menghargai Gumi Paer sudah lenyap ditelan kebutuhan sesaat, serta budaya konsumtif yang juga sudah merambah juga sampai ketengah pedalaman Lombok.

SISI LAEN SEJARAH LOMBOK

RIWAYAT BALOQ JAWE.
Cuplikan perang praya.
Seorang Arab yang mengaku dirinya turunan Syarif bertugas keluar masuk desa membawa berita susah senangnya penghidupan dibawah pemerintahan Anak Agung. Praya akan berontak terhadap kekuasaan Anak Agung. Itu yang disepakati Mamiq Srinate, Guru Semail dan Tuan Serip.
Yang akan menjadi kepala perang disepakati Tuan Serip. Tinggal menunggu hari baik (dewase) untuk memulai. Mamiq serinata membujuk orang2 kampung untuk ikut dalam penyerangan. Pada Bulan Muharam hari jumat tanggal …………. (hal 92), meminta kesiapan para kerabat, handai tolan dan sahabat untuk memulai perang.
Pada malamnya Haji Yasin dan Haji Dolah datang kepada Guru Semail. Mereka diberitahu dan dimintai pendapat mengenai rencana penyerangan keesokan harinya. Keduanya mempertanyakan jumlah desa-desa yang akan ikut terlibat. Guru semail menjawab berdasarkan informasi yang disampaikan Tuan Syarif bahwa soroh timuq (desa-desa disebelah timur Praya seperti Jerowaru – Penendem), Sakra, masbagik dan Rarang) telah menyatakan kesediaannya untuk terlibat.
Guru Semail menambahkan bahwa Jerowaru dan Pijot akan ikut menyerang puri Raja Bali di Cakranegara. Begitu Juga dengan Puyumg, Kopang, Batukliang, Penujak, Jenggala, Jelantik, Sukarara dan Kediri. Semuanya telah sepakat untuk ikut serta. Mereka akan menggempur Cakra dengan menembus pasukan Raja Bali di sebelah timur Juring. Guru Semail juga menyampaikan saran Tuan Syarif agar penyrangan disegerakan.
Nampaknya Haji Yasin masih belum yakin dengan informasi Guru Semail. Ia mempertanyakan apakah sudah ada ketrangan tertulis dari masing-masing desa tersebut karena banyak desa yang belum mengenal Sayid Abdullah. Guru Semail menegaskan bahwa sampai saat itu belum ada keterangant dimaksud, dan informasi dari Tuan Serip sudah dianggap mencukupi.
Haji Yasin kemudian menilai bahwa informasi itu saja belum cukup. Ia berpendapat bahwa penyerangan akan berakibat pada kesulitan besar dikemudian hari yang ditanggapi singkat oleh Guru Semail. Guru Semail menegaskan bahwa hukumnya sudah wajib. Andaikan tak ada yang mendukung, sendirianpun beliau tidak akan mengurungkan niatnya untuk perang sabil berdasarkan fatwa Tuan Serip. Tuan Serip adalah anak cucu Rasulullah, karena itu Haram bagi beliau untuk mengurungkan niatnya.
Mendapat tanggapan yang demikian itu Haji Yasin dan Haji Dolah melanjutkan perjalanannya ke Penujak. Sebelum berangkat sekali lagi Haji Yasin meminta ketegasan dari Guru Semail. Guru Semail memperingatkan Haji Yasin agar menghentikan komentarnya karena disekitar ada mata-mata orang Bali yang menyamar menjadi utusan Anak Agung untuk minta tenaga pengayah.
Melalui Haji Yasin, berita mengenai rencana penyerangan Guru Semail sampai kepada Mamiq Sapian, seorang pemekel Raja Bali di Praya. Selain itu berita juga telah menyebar ke seluruh pelosok Praya yang menyebabkan berbondong-bondongnya para pemuka Praya mendatangi Mamiq Sapian. Mereka meminta kejelasan sikap Mamiq Sapian terhadap rencana penyerangan tersebut. Dalam kesempatan tersebut Mamiq Sapian menyampaikan pandangannya. Menurutnya, apabila tidak terlibat, sejarah akan mengenangnya sepanjang masa sebagai pengecut. Mamiq Sapian menyatakan ketegasan sikapnya untuk bersama-sama dengan Guru Semail. Beliau kemudian menanyakan sikap yang hadir. Semua yang hadir menyatakan diri akan ikut serta dengan pertimbangan kalaupun mereka berdiam diri, mereka tidak akan luput dari dikirim ke tempat yang sangat jauh ke pulau Bali sebagai pasukan raja Bali. Untuk itu mereka menyatakan lebih baik bersama-sama hancur bersama pimpinan mereka. Mendengar jawaban yang seperti itu Mamiq Sapian menyatakan kepuasannya dan meminta mereka pulang dan mempersiapkan diri. Sebab, besok perang akan dimulai.
Keesokan harinya, sebelum hari petang, pasukan Praya mulai bergerak menuju Cakra. Sementara itu, berita mengenai rencana penyerangan oleh Praya telah sampai ke Anak Agung melalui salah seorang premamiq yang tidak ikut berperang. Konon ia langsung menghadap Anak Agung dan menyampaikan berita tersebut. Pasukan Bali bersama Pemating Selam segera dipersiapkan. Dibawah pimpinan Anak Agung Made Jelantik, pasukan raja berangkat ke Praya melalui Bengkel dan Kediri.
Ketika pasukan Praya sampai di Puyung, mereka tidak diijinkan memasuki desa. Puyung ingkar janji untuk ikut berperang. Pasukan akhirnya terus bergerak ke barat melalui luar desa. Di Pakukeling kedua pasukan bertemu dan pertempuran sengit tak bisa dihindarkan lagi. Pertembpuran berkecamuk sampai Kediri Timuq Jebak. Pasukan praya dapat dipukul mundur dan Raja Anak Agung bertahan di Puyung.
Sementara itu Tuan Serip berkeliling ke desa-desa, terutama ke desa-desa sorohan timuk, seperti Jerowaru, dan Sakra untuk menyampaikan kabar Congah Praya.

Keadaan Jerowaru Menjelang Perang Praya (1891M)

Menurut penuturan orang-orang tua, Wilayah Jerowaru saat itu meliputi hampir semua wilayah kecamatan Keruak dan Jerowaru saat ini, ditambah wilayah kecamatan Sakra bagian selatan. Disebelah utara sampai perbatasan antara Montong Galeng dan Montong Tengari, dan disebelah barat sampai pantai Awang.
Seperti halnya desa-desa lain di pulau Lombok, Jerowaru dipimpin oleh seorang kepala desa yang secara langsung bertanggungjawab kepada raja Anak Agung di Cakranegara. Semenjak Kedatuan Pena masih eksis, kepemimpinan Jerowaru dipegang oleh keluarga Guru Alim secara turun temurun. Setelah Pena runtuh dan kekuasaan raja Bali dipegang oleh Anak Agung Made, kepemimpinan Jerowaru berpindah ke Daeng Masje dari keturunan Sumbawa. Perpindahan ini konon disebabkan karena keengganan mereka untuk maturang kepada Anak Agung yang semakin tidak mempedulikan nasib rakyat Sasak. Selanjutnya segala urusan dengan raja Bali diserahkan kepada Daeng Masje yang saat itu menjadi petugas yang mengantar surat – surat penting ke Cakranegara. Anak Agung kemudian mengakuinya sebagai kepala desa Jerowaru. Daeng Masje kemudian digantikan oleh anaknya Lalu Sinudin yang dikenal dengan sebutan Jero Ocet.
Pada masa kepemimpinan Jero Ocet inilah, hubungan Anak Agung dan Jerowaru menjadi sangat dekat. Menurut Babat Mengwi Praya, ketika terjadi pemberontakan Mengwi terhadap karangasem di pulau Bali, para punggawa Jerowaru dan sakra sebanyak 300 orang, Tanjungluar, Pijot, dan Peleba sebanyak 200 orang hendak dikirim ke Pulau Bali untuk membantu pasukan karangasem menumpas pemberontakan mengwi. Mereka dibawah pimpinan pembekel Bali Ide Bagus Jelantik. (Babat Mengwi Praya hal 80) Karena jumlah perahu jemputan dari Karangasem hanya satu, maka hanya tiga desa yang jadi dikirim yaitu Jerowaru, Tanjungluar dibawah pimpinan Loq Tambora, dan Bali Mendana. Jumlah mereka tercatat sebanyak 100 orang.
Di Mendana sendiri diceritakan terdapat perkampungan Bali. Disana berdiam seorang pembekel Bali bernama Ida Bagus Jelantik.

Setelah meletus perang Praya, Jerowaru terbelah dua dan terjadi dualisme kepemimpinan. Sebagian wilayah Jerowaru yang masih setia kepada Anak Agung tetap mengakui Jero Ocet sebagai kepala Desa. Sedangkan yang mendukung Praya menganggap Guru Alim sebagai Pemimpin mereka. Dualisme kepemimpinan ini seringkali menimbulkan konflik kebijakan antar Jero Ocet dan Guru Alim.
Ketika Jero ocet memerintahkan hukuman mati terhadap beberapa penduduk Jerowaru yang dituduh selaq, Guru Alim menentang dan membatalkan hukuman tersebut, bahkan menjamin bahwa para terhukum sebenarnya tidak bersalah, tapi hanya sekedar alasan untuk menguasai harta benda mereka, karena rata-rata para terhukum memiliki sawah yang luas. Sikap Guru Alim semacam itu jelas membatasi kewenangan kepala desa dan dalam banyak hal menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan.
Karena kepala Desa Jerowaru dan penduduk desa masih banyak yang setia kepada Raja Bali. Untuk kelancaran persiapan perang, Guru Alim kemudian Pindah dan menetap di sebuah perkampungan sebelah utara Jerowaru yang kemudian dikenal dengan Penendem.
Dalam perkembangan selanjutnya, Penendem menjadi pusat pertahanan Jerowaru yang sekaligus sebagai padepokan yang menjadi titik pemberangkatan pasukan ke Praya. Menurut cerita-cerita orang tua, Pasukan dari desa-desa soroh timuq lainya ke utara meliputi Sakra Barat Mesjid, Kalitemu, sampai Kilang Montok Betok yang menuju Praya diberangkatkan dari Penendem oleh Guru Alim. Konon efek magis pemberangkatan tersebut baru terasa sekitar satu kilometer sebelah barat penendem, dan dari sana para pasukan mulai ngumbang. Tempat tersebut sampai sekarang disebut Pengombang.
Dalam perang Praya tersebut tercatat tokoh-tokoh Jerowaru seperti Tuan Suliwang dari Wakan Tinggi, Bp Kebejin dari Sepapan, dan Amaq Gancang dari Pengampong. Mereka dikenang sebagai perwira tangguh yang menyertai Guru Alim. Tuan Suliwang dikenal dalam keahliannya membuat pedang dan merakit senapan lela. Dalam hal peperangan, Guru alim tidak hanya sebagai pemimpin, tetapi juga difungsikan sebagai tokoh spiritual yang memberangkatkan semua pasukan dan membekali mereka dengan berbagai alat pertahanan diri seperti sabuk jimat Sapudarat, minyak Toaq Tembeloq Ampan Lolat, dan bubus perang Bale Siu. Konon bubus perang tersebut diracik husus untuk menangkal senjata lontar seperti peluru bedil, ketapel dan tulup. Diriwayatkan bahwa bubus perang tersebut juga dibawa ke Praya. Ketika pasukan akan berangkat dari Praya, bubus tersebut direndam di telaga mesjid dan orang-orang yang akan berangkat perang diminta mandi terlabih dahulu untuk membentengi diri.
Diriwayatkan bahwa di medan perang Guru Alim tidak menggunakan pedang, tombak atau bedil. Beliau hanya menggunakan lempengan besi tumpul sepanjang satu meter mirip pedang. Ketika akan berangkat ke Praya lempengan tersebut diikatkan pada tapak tangan dengan tali benang untuk mencegah lepasnya dari tangan ketika mengamuk. Dan untuk membukanya setelah pulang, tangan harus direndam dengan air hangat terlebih dahulu untuk membersihkan darah musuh yang telah membeku. Baru tali pengikat pedang bisa dibuka. Sebagai kendaraan beliau menggunakan seekor kuda yang dijuluki Barong Tengkok.
Sebagai simbol kelanjutan dari perang Pena sebelumnya, Guru alim mengambil batu yang biasa dipergunakan sebagai penggiling bubus perang datu Pena dan menanamnya di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai tempat pinendeman (pemendaman) batu, yang konon dari istilah tersebut diperkirakan kata Penendem muncul. Sampai sekarang batu tersebut masih dipergunakan untuk keperluan keperluan sejenis.
Kampung-kampung yang tercatat terlibat dalam perang Praya dibawah pimpinan Guru Alim di wilayah Jerowaru meliputi Sepapan dibawah pimpinan Bapak Kebejin, Wakan dibawah pimpinan Tuan Suliwang, Pengampong dibawah pimpinan Amaq Gancang. Sedangkan para keluarga dan sahabat dari kampung-kampung lain yang mayoritas penduduknya masih setia kepada Anak Agung seperti Senyiur, Mendana, Jerowaru, Paek, dan sebagainya ikut bergabung secara diam-diam dan sendiri sendiri.
Menurut penuturan orang tua, Selain Guru Alim, peranan Balok Syarifah istrinya tak kalah penting. Baloq Syarifah memimpin para wanita mempersiapkan perbekalan perang berupa konsumsi. Selain itu bila Guru Alim sedang berada di garis depan, beliaulah yang menggantikannya memberangkatkan pasukan. Sekali waktu beliau juga diceritakan ikut pasukan perang ke Praya.
Selama Perang Praya berlangsung, tercatat hanya satu orang korban meninggal dari pasukan Jerowaru. Konon ketika akan diberangkatkan, semua anggota pasukan ditilik terlebih dahulu dengan ilmu tilik perang. Setelah melakukan upacara tertentu, konon Guru Alim dapat mendeteksi siapa saja yang bakal mendapat musibah. Karena itu mereka tidak diijinkan untuk ikut berangkat perang. Salah seorang pemuda yang yang terdeteksi akan mendapat musibah secara diam-diam telah ikut berangkat ke Praya. Pemuda tersebut akhirnya menjadi korban perang satu-satunya dari pihak Jerowaru. Jenazahnya dikuburkan di dekat rumah Guru Alim.
Pada saat Pasukan Praya terdesak dan sebagian Praya dapat dikuasai, Pasukan Bali bersama pemating bergerak ketimur dan menjarah desa-desa yang dilaluinya. Para penduduk desa terdekat seperti Semoyang, dan Ganti mengugsi kedaerah2 yang lebih aman, terututama ke wilayah Penendem. Banyak diantara mereka yang mati karena kelaparan dan penyakit dan dikuburkan disana. Sampai saat ini di Pekuburan Penendem dan disekitarnya banyak ditemukan kuburan orang-orang Ganti, Semoyang dan Marong. Bahkan di penendem terdapat sebuah pekuburan pengungsi perang yang sampai saat ini disebut Kubur Semoyang.
Suatu saat Pasukan Bali bersama Pemating berhasil menembus sampai di eat Longkang, sebelah barat Penendem. Saat itu di rumah Guru Alim sedang berlangsung pesta pernikahan adiknya. Pesta dihadiri oleh keluarga dan sahabat dari berbagai penjuru desa sampai ke Lombok Barat. Laporan tentang kehadiran musuh tersebut disampaikan oleh para penyanggre yang berjaga-jaga di Bagiq Polak. Para penyanggre ini memantau kehadiran musuh dari atas pohon asam. Konon pernah ada seorang penyanggre yang terjatuh dari pohon sampai polak (patah tulang) sehingga tempat tersebut kemudian disebut Bagiq Polak.
Pesta perkawinan berubah menjadi pesta perang. Guru Alim bersama seluruh tamu undangan menahan laju musuh di sebelah timur eat. Pertempuran sengit tak bisa dielakkan. Pasukan Bali terdesak dan menyingkir masuk padang ilalang di sebelah utara Longkang. Mereka berupaya agar bisa tembus ke timur untuk mencapai Mendana. Guru Alim memerintahkan membakar padang ilalang tersebut. Sebagian pasukan Bali dan Pemating terperangkap di tengah padang dan mati terpanggang. Sebagian lagi mundur dan melarikan diri.
Perang Praya telah menyulut peperangan diseluruh desa di pulau Lombok. Selain yang bergabung dengan pasukan praya menghadapi pasukan Bali dan Pematingnya, di masing - masing desa berkecamuk peperangan yang menggempur para perbekel Bali bersama keluarga dan pengikutnya. Pasukan dibawah pimpinan Guru Alim menyerbu mendana. Ida Bagus Jelantik dan keluarganya berhasil menyelamatkan diri ke Jerowaru, dan atas bantuan kepala desa jerowaru selanjutnya mengungsi ke Cakranegara melalui kawasan hutan sekaroh.

Kesalahpahaman dan Insiden Penyabukan.

Beberapa hari setelah meletusnya perang Anak Agung mendapatkan tambahan pasukan dari Mataram. Posisi Praya mulai terdesak. Tuan Serip bersama beberapa keluarga Praya berkeliling ke desa-desa Soroh Timuq untuk mengkonsolidasikan pasukan dari desa-esa yang telah sepakat mendukung Praya. Diriwayatkan bahwa pada suatu malam, Guru Alim kedatangan dua orang tamu dari keluarga Praya dalam rangka membicarakan situasi dan strategi perang. Keesokan harinya pagi-pagi benar keduanya melanjutkan perjalanan ke Jerowaru. Disuatu tempat di pesawahan penyabukan mereka bertemu dengan beberapa penyanggre yang bertugas memintai keterangan orang-orang asing yang memasuki wilayah Jerowaru. Sebagai upaya pengamanan Pada waktu itu telah disepakati awig-awig yang menentukan bahwa setiap orang asing yang memasuki Jerowaru harus dilucuti senjatanya. Ketika kedua orang tamu dari Praya tersebut akan dilucuti senjatanya, mereka menolak karena itu senjata pusaka. Senjata itu berupa sebelah keris pusaka ingkel paksi, ganje iras, luk dungkul, pamor sure. Selain itu mereka juga merasa tidak menjadi musuh Jerowaru. Tetapi karena keduanya tidak dapat menujukkan bukti tertulis dari Guru Alim atau pengiring yang menjamin keselamatan mereka, para penyanggre bersikeras melucutinya. Kesalahpahaman tersebut berakhir dengan pertarungan.
Dalam pertarungan tersebut beberapa penyanggre terbunuh. Segera tersiar kabar bahwa musuh telah sampai di penyabukan dan telah berhasil membunuh para penyanggre. Dengan tulup pusaka dari pengampong, Amaq Jap pemimpin Lepok berhasil mebunuh kedua tamu yang mengamuk tersebut.
Berita tentang peristiwa tersebut membuat Guru Alim menjadi sangat prihatin. Beberapa utusan segera dikirim ke Praya untuk menyampaikan berita duka. Karena situasi perang yang tak menentu para utusan tidak berkesempatan menjelaskan rincian kejadian tersebut. Dari sebagian kalangan keluarga Praya terdengar isu seolah-olah Guru Alimlah yang memerintahkan pembunuhan tersebut. (Ket. Alm. TGH. L. Faisal Praya sebagai ahli waris, seperti yang diceritakan Am. Maroan dari Penendem saat klarifikasi permasalahan dengan keluarga Praya pada tahun 2003 di Praya). Kedua tamu tersebut kemudian dimakamkan di pekuburan Kuang.

Campur Tangan Belanda dan Keruntuhan Cakranegara.

Perang yang berkepanjangan dan merata di seluruh pulau lombok telah menjadikan penderitaan dimana-mana. Kelaparan dan penyakit telah menjadi pemandangan dan bagian dari kehidupan sehari-hari. Sementara itu tidak dapat diperkirakan kapan perang akan berakhir. Pengungsian terjadi dimana mana. Aturan hukum raja Bali sudah tidak bisa berlaku lagi. Hukum rimba berlaku dimana-mana. Setiap orang memjadikan dirinya sebagai pemimpin.

Kenyataan ini mendorong para pemimpin sasak untuk menyurati dan meminta campur tangan Belanda dalam penyelesaian konflik sasak dan pemerintah bali. Inisiatif berasal dari mamiq Mustiaji dari kopang yang didukung oleh mayoritas pemimpin sasak. Guru Semain, Mamiq Ocet Talip, Guru Alim, dan Said Abdullah menyatakan keberatannya karena mereka memandang dari sudut agama. Tapi mereka kalah suara.

Campur tangan militer belanda yang seolah-olah berpihak pada perjuangan Sasak mendapat simpati dimana-mana. Bersama pejuang sasak, belanda akhinya dapat menaklukkan Anak Agung dan pasukannya. Anak agumg menyerah pd tahun 1894.

Belanda medaratkan pasukannya dan mulai melakukan pembersihan di suatu sisi dan disisi lainya menanamkan simpati. Desa-desa Sasak yang berpengaruh pada saat itu diantaranya adalah Praya, Kopang, Masbagik, Rarang, Mantang, Pringgabaya, Sakra dan Jerowaru. Oleh pemerintah belanda Sakralah yang dianggap paling potensial ditonjolkan menjadi pemimpin sasak. Untuk alasan itu Sakra memperoleh keistimewaan yang tidak diperoleh desa-desa lainnya. Sebagai legitimasi atas kepemimpinan sasak tersebut, belanda menyusun silsilah Sakra. Silsilah tersebut ditonjolkan sebagai legitimasi Sakra sebagai penerus Pejanggik. Dengan demikian kepemimpinan Sakra dapat diterima oleh mayoritas rakyat Sasak dan dengan sendirinya Belanda tidak akan mendapatkan rintangan yang berarti dalam penguasaan Sasak (Diskusi dengan L. Faisal Kediri, April 2007)
Sikap politik Said Alkadri bersama Guru Alim sejak semula telah cenderung anti Belanda. Setelah Anak Agung runtuh, Guru Alim bersama Said Alkadri, Guru Alkalimin dari Paek, dan Mamiq Ormat dari Jerowaru membuat padepokan di sekitar Makam Tompoq-ompoq di pinggir laut selatan. Ditempat itu mereka melatih para pemuda Jerowaru dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan.
Sementara itu di Praya diadakan beberapa kali pertemuan untuk membahas penulisan Babat Perang Praya. Dalam pertemuan itu Guru Alim meminta agar perjuangan Jerowaru tidak ditulis, sebagai bukti keikhlasan dalam ikut perang sabilillah.(Wawancara dengan alm. Fu’ad Tembeloq 1995) Peranan Jerowaru kemudian tidak banyak terekam dalam babat tersebut. Guru Alim sendiri tercatat dengan nama Guru Kalimah dari Jerowaru.(ket. Am. Sitirah)

Insiden Tompoq-ompoq dan Penangkapan oleh Belanda.

Dari hari kehari Makam Tompoq-ompoq menjadi semakin ramai. Para Pemuda dari berbagai kampung sekitar Jerowaru berdatangan untuk ditempa dengan berbagai ilmu. Salah satunya adalah ilmu yang diajarkan Tuan Sayid Abdullah Al-Kadri yang belakangan dikenal dengan Ilmu Tuan Sayyid atau Ilmu Raja Besi. Konon saat itu pemuda yang ditempa dengan ilmu tersebut sebanyak 40 orang. Menurut riwayat, tanda bahwa ilmu tersebut telah sempurna adalah dengan terlihatnya cahaya oleh si penuntut. Pada suatu kesempatan, seorang pemuda menyatakan telah dapat melihat kilasan sinar dimaksud yang ternyata sebenarnya adalah pantulan sinar bulan karena saat itu malam purnama. Dia meminta temannya agar dites ketangguhannya dengan senjata tajam. Akibatnya sudah dapat dipastikan. Setelah ditebas, pemuda tersebut terluka parah dan akhirnya tewas.
Berita tentang kematian peserta padepokan Tompoq-ompoq sampai kepada Kepala Desa Jerowaru yang telah lama mengamati perkembangannya secara diam-diam. Peristiwa itu kemudian dilaporkan kepada pihak Belanda. Menurut laporan Kepala Desa Jerowaru, Guru Alim, Said Alkadri, Mamiq Ormat, dan Guru Alkalimin, adalah tokoh-tokoh yang paling berpengaruh di Jerowaru saat itu. Mereka telah mengadakan padepokan dan mempersiapkan perang baru untuk melawan kekuasaan Belanda. Belajar dari Perang Praya dan Peranan Said Alkadri didalamnya, Belanda tidak mau ambil resiko. Bila dibiarkan, dapat dipastikan akan meletus perang Jerowaru menentang Belanda karena Said Al Kadri yang diyakini sebagai anak cucu Rasulullah, masih dianggap sebagai tokoh sakral dikalangan masyarakat sasak. Belanda akhirnya menangkap Guru Alim, Guru Alkalimin, dan Mamiq Ormat. Sedangkan Said Alkadri berhasil meloloskan diri ke Sumbawa dengan menyamar sebagai penjual rotan.(wawancara dengan TGH Muhtar Said). Ketiganya kemudian diasingkan ke Batavia sekitar akhir tahun 1896, dan selanjutnya dikirim ke Aceh.

Sebelas Tahun di Pembuangan.

Pada saat ketiganya diasingkan perlawanan rakyat Aceh menentang penjajahan Belanda semakin bergolak. Ini ditandai dengan berbaliknya Teuku Umar menyerang Belanda pada tahun 1896. Pemerintah Belanda menerapkan strategi baru dalam menumpas perlawanan rakyat Aceh sampai ke akar akarnya. Pemerintah Kompeni Belanda mengambil kebijakan mempergunakan para tawanan yang dianggap mumpuni untuk menghadapi perlawanan rakyat Aceh yang terkenal militan. Guru Alim, Guru Kalimin dan Mamiq Ormat kemudian dikirim ke Aceh bersama para tawanan lainnya. Di Aceh, mereka dihadapkan dengan pasukan Aceh yang diketahui sesama Muslim. Berdasarkan kesepakatan, ketiganya membatasi diri hanya ikut ke garis depan, dan tidak ikut melakukan penyerangan, tapi hanya menghindar. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menghindari kontak langsung dengan pasukan Aceh. Guru Alim sendiri, karena usianya yang paling tua diantara ketiganya, lebih banyak menyamar menjdi tukang pijit pasukan Belanda. Sedangkan Mamiq Ormat, karena usianya paling muda, lebih banyak dipengaruhi oleh darah mudanya. Konon setelah mengetahui bahwa lawannya adalah sesama Muslim, Mamiq ormat ikut bersama pejuang Aceh berbalik menyerang pasukan Belanda. Beliau akhirnya tewas tertembak pasukan Belanda dan dikuburkan di Aceh. Beliau dikenang dengan sebutan Pemban Ilang Aceh. Sepeninggal Mamiq Ormat, Guru Alim dan Guru Kalimah mengikrarkan diri sebagai saudara dunia-akhirat serta menyatakan kesediaannya untuk hidup mati bersama-sama.
Setelah menghabiskan tujuh tahun (1896-1903) di belantara Aceh bersama Pasukan Belanda, Guru Alim bersama Guru Alkalimin dipindahkan mengikuti pasukan Belanda ke Madura, di lokasi kerja paksa pembuatan tambak garam selama 4 tahun (1903 – 1907) Baru pada tahun 1907 keduanya dikembalikan ke Batavia dan pada tahun yang sama dipulangkan ke Lombok setelah Guru Alim berhasil membunuh lipan raksasa disebuah gua di pegunungan Jawa Barat.
Selama sebelas tahun Guru Alim dan Guru Kalimin dalam pengasingan, di wilayah Jerowaru terjadi berbagai perubahan. Wilayah desa Jerowaru semakin menyempit, Perbatasan dengan distrik Sakra di sebelah utara yang semula sampai perbatasan Montong Galeng dan Montong Tengari bergeser ke selatan hanya sampai Mendana. Hal tersebut disebabkan karena Kepala Desa Jerowaru menjual sebagian wilayah tersebut kepada distrik Sakra. Selain itu tanah pusaka Guru Alim yang membentang dari Jerowaru sampai Rereq diambil alih dan dikuasai oleh Kepala Desa Jerowaru, hal mana tak dapat dilakukan semasih Guru Alim berada di Jerowaru.
Selama keduanya dalam pengasingan, pihak keluarga telah beranggapan bahwa keduanya sudah tewas karena selama itu tak pernah ada kabar berita. Sementara itu Penendem sendiri telah berubah drastis. Kehadiran TGH. Ali Akbar telah menjadikan Penendem sebagai pusat ilmu di wilayah Jerowaru dan sekitarnya. Masyarakat dari berbagai penjuru Lombok seperti Praya, Darmaji, Langko, dan wilayah sekitar Jerowaru datang berguru kepada beliau.
Berdasarkan pengalaman semasih diasingkan di Madura, Guru Alim dan Guru Alkalimin memprakarsai pembuatan tambak garam pertama di pantai selatan. Pembuatan tambak Garam tersebut mendapat dukungan penuh dari TGH. Ali Akbar. Ketiganya tercatat sebagai pemilik pertama tambak garam yang sampai sekarang terkenal dengan nama Parak Penendem. Pada Klasir tahun 1942, Amaq Sitirah sebagai ahli waris Guru Alim menyerahkan sepenuhnya kepemilikan tambak tersebut kepada TGH. Mutawalli selaku ahli waris Guru Alkalimin.





Insert :
Migrasi Keluarga Lombok Barat ke Penendem.
Pembakaran tembeloq dan pertahanan di Bengkel.
Penjelasan tentang pandangan Gr Alim thdp Ilmu Kanuragan.
Tercatat hanya satu korban perang.

Orang Lombok berguru pada Orang Bali



Pemiskinan masyarakat Lombok tidak terlepas dari cerita masa silam yang pahit dan menyedihkan. Orang – orang Bali “menjajah “ suku Sasak bertahun –tahun lamanya. Penjajahan tersebut menyisakan keterpurukan ekonomi, social, dan budaya. Lihatlah betapa hari ini masyarakat Sasak menjadi tampak lelah dan putus asa, kecuali mereka yang “ berkhianat “ pada suku bangsanya .Jika saat ini orang sangat kesulitan menelusuri jejak sejarah Suku Sasak, itu juga salah satu akibat dari penjajahan yang berlangsung sangat lama tersebut. Dalam kondisi terjajah seperti itu, apapun sah dilakukan oleh orang-orang Bali terhadap Suku Sasak. Ahmad JD memperkirakan hilangnya situs kerajaan Selaparang sebagai kerajaan terbesar suku Sasak merupakan ulah para penjajah waktu itu. Hal ini tidak mustahil jika melihat sejarah peperangan antar kerajan di pulau Bali. Mereka bisa membunuh membakar bahkan sampai perempuan hamilpun harus di bunuh bersama bayi yang dikandungnya. Cara ini di lakukan agar lawannya tak tersisa sampai anak cucunya.
Yang ironi dari penjajahan yang berlangsung begitu lama, ada pula masyarakat suku Sasak yang “menikmati” keterjajahan kaumnya. Mereka adalah para bangsawan yang menjadi jongos kerajaan Bali. Saat ini masih banyak anak cucu keturunan mereka melanjutkan prilaku orang tua mereka di masa lampau. Orang- orang ini melakukan tindak “ penjajahan “ juga pada suku bangsanya. Tabiat mabuk – mabukan, berjudi, maen perempuan, adalah keseharian mereka. Sama persis seperti yang dilakukan orang-orang Bali. Sebagai Jongos Raja Bali mereka tidak kalah jahatnya. Dalam menarik upeti dan menerapkan kebijakan Raja Bali. Menurut Pak Yamin kalau tak salah ingat, proses pemiskinan dimulai dari pemberlakuan hukum camput oleh Raja Bali di Lombok. Hukum ini berisi kebijkan “ orang yang meninggal maka seluruh kekayaannya menjadi hak milik kerajaan bukan anak cucunya “ .Hukum ini secara keseluruhan melahirkan orang – orang miskin secara terus menerus. Lihatlah tanah – tanah diwilayah Lombok Barat dan Mataram. Tanah yang strategi secara ekonomi menjadi milik orang Bali dan Cina. Mungkin saja ini adalah bukti dari pemberlakuan hukum yang sangat menindas tersebut.
Perjuangan membangun masyarakat Lombok yang mandiri dan maju adalah perjuangan yang berat. Perjuangan yang dihadapkan pada kondisi masyarakat yang fsikologisnya kalah. Dengar saja lagu – lagu dari musik Cilokaq sebagai musik tradisi masyarakatnya. Lirik-liriknya merupakan “ejakulasi “ dari kesedihan, keterpurukan, kemiskinan dan segala awalan ke yang menunjukkan hasil dari ketertindasan. Nada – nada yang muncul mengiris hati, mendayu, dan sangat irok asek didengar.
Nah kalau bebarapa hari terakhir orang – orang Sasak banyak muncul di media Bali sebagai pencuri dan prilaku kriminal. Jangan anda cepat-cepat menyalahkannya. Jangan pula melakukan kajian hanya di tingkat hulu. Kemiskinan, kebodohan, kekalahan dan kejahatan sebagian masyarakat Sasak merupakan hasil dari penindasan Bangsawan Bali di masa lalu. Burhanuddin tokoh muda NTB ber opini “ kalau di Bali banyak orang Sasak “ berpraktik “ mencuri dan merampas hak orang lain, sama saja dengan para siswa yang praktikum di rumah guru yang mengajarkannya merampas dan mencuri .

Mohon kritik kalo ada yang salah